Depresi tidak pernah mengenal korban berdasarkan usia maupun jenis kelamin. Siapa saja, berbagai kalangan bisa saja terserang depresi, lansia, dewasa, bahkan remaja dan anak-anak sekalipun. Akan tetapi, khusus pada usia remaja, di mana psikologis mereka masih sangat labil, maka depresi tak bisa dianggap enteng dan perlu diselesaikan sesegera mungkin.
Berdasarkan penelitian yang digiatkan oleh Mahidol University, di Indonesia, sebanyak 21,8 persen potensi depresi bisa menyasar remaja. Dengan berbagai alasan, remaja memang berpotensi besar terkena gangguan ini.
Mengapa depresi pada remaja bisa terjadi?
Depresi dapat diartikan sebagai gangguan kesehatan mental yang terbilang serius, hal mana seseorang yang depresi bisa saja sangat sedih hingga kehilangan gairah tuk hidup. Tentu, dengan demikian depresi tak bisa diremehkan, karena faktanya gangguan ini banyak menyebabkan seseorang mengakhiri nyawanya sendiri.
Menurut berbagai sumber, ada banyak alasan yang menyertai mengapa remaja menjadi gampang pustasi atau depresi. Misalnya, strata sosial, bullying, nilai rapor yang jelek yang akhirnya membuat orang tuanya marah, dan lain sebagainya. Sebagaian besar, depresi memang disebabkan karena adanya tekanan mental yang dialami seseorang, baik keluarga maupun lingkungannya sendiri.
Contohnya, si A ketika waktunya menerima rapor sekolah, ternyata dia mendapatkan nilai paling jelek di kelas. Tatkala dia pulang, si A justru dimarahi oleh orang tuanya karena dianggap tidak niat menuntut ilmu. Lalu si A mencoba menenangkan dirinya di luar rumah. Eh begitu di luar rumah, dia justru ditekan oleh tetangganya karena dianggap anak tak berguna dengan nilai yang jelek itu. Hal inilah yang kemudian berpotensi besar menjadikan si A akhirnya depresi berat.
Menurut aspek usia, remaja yang mulai memasuki usia 15 tahun, bisa dengan mudah tertimpa masalah kesehatan mental ini. Adapun bebeapa faktor yang menyertainya, antara lain:
- Merasa harga dirinya diinjak-injak tetapi tidak mampu melawan
- Pernah mengalami problem bulying atau melihat kejadian kekerasan
- Sudah bawaan memiliki masalah kesehatan mental
- Mengidap penyakit kronis yang tak kunjung sembuh
- Memiliki gangguan yang bersifat persoal kepribadian
Yang menjadi masalah, remaja tidak selalu berbagi emosinya secara jujur kepada siapapun. Dengan demikian, lingkungan dan orang tua seharusnya menjadi teman bicara yang baik, serta pendengar setia yang siap memberikan solusi apapun, bukan malah menekannya.
Tanda-tanda depresi pada remaja
Tatkala melihat si anak dirundu kesedihan, kerapkali orang tua menilainya sebagai hal yang biasa, atau memakluminya sebagai fase tumbuh dewasa. Padahal tidak seremeh itu, banyak kasus seorang remaja memiliki masalah yang lebih kompleks dan membutuhkan pendengar yang bisa memberikan ia jawaban atas permasalahannya.
Sebagai orang tua yang bijak, tatkala kita melihat perubahan perilaku yang tidak biasa, hal mana perilaku itu mengarah pada sikap yang lebih tertutup, murung, ataupun sedih yang berlebihan, maka kita harus segera mencari tahu permasalahan apa itu. Setidaknya, orang tua bisa mengamatinya, tanda-tanda depresi sebagai berikut ini:
- Merasakan masalah fisik seperti sakit kepala, punggung, dan mual di perut
- Susah untuk berkonsentrasi
- Tidak mudah dalam menetapkan keputusan
- Rendah hati yang terlalu berlebihan
- Mulai ada keinginan bolos sekolah
- Tidak memiliki nafsu makan sebagaimana biasanya
- Mulai menunjukkan sikap prustasi dan gampang menyerah
- Mulai menunjukkan pemberontakan
Sebagai orang tua, kita patut mengingat, bahwa faktor tersebar yang menyebabkan anak menjadi depresi ialah keluarga. Tetapi, bukankah itu bisa dibalik, bahwa faktor terbesar dalam menentukan kebahagiaan anak ialah keluarga. Maka, jadilah orang tua yang bijak, yang bisa membawa nuansa damai pada anak.
Nah sebagai upaya pencegahan, anda juga bisa menambah wawasan terkait pembahasan ini di Halodoc.com sebagai platform kesehatan digital terbaik pilihan para ayah bunda.